SAMARINDA – Gugus Tugas Daerah Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM) Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2024-2028. Yang terbentuk dengan Surat keputusan Gubernur Kalimantan Utara Nomor 88.44/K.293/2024, sejauh ini dinilai belum maksimal.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) Wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) Umi Laili, Rabu (22/01/2025).
“Sejauh ini gugus tugas yang sudah terbentuk belum memberikan laporan kerja dan pengawasan ke Kemenham, khususnya laporan isu HAM di dunia bisnis atau perusahaan yang ada di Kaltara”, ujarnya.
Menurut Umi Laili laporan ini penting untuk didapatkan sebagai bahan, sejauh mana pelaku bisnis atau perusahaan telah menjalankan kewajibannya melindungi hak-hak para pekerjanya.
Dan menurut Umi Laili, adapun bentuk pelanggaran HAM, dimungkinkan terjadi oleh perusahaan antara lain berupa: Eksploitasi sumberdaya alam yang cenderung menyebabkan kerusakan lingkungan, maupun Eksploitasi sumber daya manusia. Hal ini banyak terjadi sebagaimana laporan yang kerap diterima oleh Tim Yankomas Kanwil Kaltim.
“Perlindungan, penegakan, pemenuhan, pemajuan, dan penghormatan hak asasi manusia secara umum adalah tugas Negara, dan secara khusus negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi implementasi HAM dalam bisnis, yang dalam hal ini dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu: Pembuatan kebijakan dan peraturan yang efektif, Pemenuhan koherensi aturan hukum secara vertikal maupun horizontal, Pemberian panduan bagi pelaku usaha,Pengawasan serta kontrol terhadap implementasi HAM dalam bisnis,Memelihara dan meningkatkan sinergi dengan pemangku kepentingan baik kementerian/lembaga maupun pelaku usaha”, jelasnya.
“Disisi lain kaitannya bisnis dan HAM dengan tanggung jawab Perusahaan akan bersinggungan pula apabila usaha yang menghasilkan produk dan jasa itu merugikan masyarakat sekitarnya, semisal menimbulkan pencemaran udara,kerusakan lingkungan, penggusuran terhadap warga, terjadi penyerobotan tanah, menimbulkan terjadinya konflik vertikal dan horizontal. Peran gugus tugas inilah yang juga harus terlibat langsung melakukan pengawasan dan pelaporan”, tambahnya.
Perlindungan HAM dalam dunia bisnis menurut Umi Laili juga tertuang dalam UUD 1945 dan Prinsip pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan HAM PBB.
“Pada tanggal 16 Juni 2011 Dewan HAM PBB mengeluarkan United Nations Guideline Principle of Business and Human Rights (UNGPs) atau Prinsip Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Bisnis dan Hak Asasi Manusia. UNGPs ini memiliki daya ikat bagi perusahaan agar tidak ada lagi melakukan pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh usaha yang dijalankannya. Indonesia sebagai negara hukum, yanga wajib melindungi hak asasi manusia sebagaimana Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) maka agar penghormatan ham di sektor bisnis terlaksana, maka disahkanlah Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia”, terangnya lagi.
Namun apakah Implementasi perpres tersebut bisa berjalan sesuai harapan, Umi menilai hingga saat ini masih mengalami kendala.
“Implementasi perpres tersebut hingga saat ini masih mengalami kendala, khususnya pengawasan di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) meskipun telah ditetapkannya KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 88.44/K.293/2024 TENTANG GUGUS TUGAS DAERAH BISNIS DAN HAK ASASI MANUSIA PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2024-2028. Dan gugus tugas juga terbentuk sebagai Komitmen Pemerintah dalam perlindungan, penegakan, pemenuhan,pemajuan, dan penghormatan hak asasi manusia hingga salah satu programnya dituangkan dalam Rencana-rencana Aksi 5 (lima) Tahunan. Saat ini RANHAM telah memasuki generasi yang kelima yaitu RANHAM 2021 – 2025”, ungkapnya.
Isu HAM merupakan isu yang sangat luas karena menyangkut berbagai macam persoalan kehidupan manusia, termasuk pula urusan bisnis. Dimana dalam menjalankan bisnis pun wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dengan menghormati Hak Asasi Manusia, serta tidak boleh melanggar HAM orang lain.
Iya pun kembali menambahkan, Negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia bagi setiap warganya, sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. Sedangkan perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia. Oleh karena itu keduanya memiliki kewajiban yang berbeda namun saling melengkapi. Ketika satu pihak tidak memenuhi tanggung jawabnya dengan baik, pihak lain tetap diwajibkan untuk menjalankan kewajibannya.
“kaitannya bisnis dan HAM dengan tanggung jawab Perusahaan?. Dalam setiap perusahaan dapat dipastikan memerlukan tenaga kerja atau SDM baik sebagai Buruh, pekerja, worker, laborer, tenaga kerja atau karyawan bukan?. Pastinya mereka para pekerja tersebut akan menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan, baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari pemberi Kerja. Kondisi ini tentu akan rawan terjadi pelanggaran HAM jika tidak disikapi dengan bijak oleh masing-masing pihak, khususnya pihak Perusahaan. Tidak hanya pendapatan bagi pekerja yang harus menjadi perhatian gugus tugas, terkait bisnis dan HAM juga ada yang namanya tanggung jawab atas produk dan jasa”, tuturnya.
untuk itu Umi Laili menegaskan diperlukan langkah-langkah konkrit dalam mengimplementasikan HAM dalam bisnis dengan pengawasan dari satuan Gugus Tugas , oleh karena itu diperlukan sinergitas bagi semua pihak baik Kemenham, Biro Hukum dan seluruh stakeholder di Provinsi Kaltara”, pungkasnya. (*ml)