NUNUKAN – DPRD Kabupaten Nunukan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Perkumpulan Penyedia Jasa Kapal Penumpang Nunukan–Tawau dan pihak Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Selasa (17/6/2025), di ruang rapat Ambalat I.
Rapat ini digelar untuk membahas surat teguran dari Imigrasi kepada tujuh pemilik kapal yang dianggap belum melunasi denda pelanggaran keimigrasian.
Masalah bermula dari denda sebesar Rp50 juta per kasus, yang dikenakan kepada pemilik kapal karena membawa penumpang dari Malaysia yang diduga tidak memenuhi syarat dokumen keimigrasian.
Namun, para pemilik kapal menilai sanksi ini tidak adil, karena mereka tidak memiliki kewenangan memeriksa paspor penumpang.
“Kami hanya penyedia jasa. Penumpang sudah diperiksa oleh imigrasi Malaysia, lalu sampai di Nunukan jadi masalah. Kami tidak tahu di mana letak kesalahan kami,” ujar H. Darwin, salah satu pemilik kapal.
Pihak Imigrasi yang diwakili langsung oleh Kepala Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno, menjelaskan bahwa sesuai UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pemilik atau pengelola alat angkut tetap bertanggung jawab atas penumpang yang dibawa masuk ke Indonesia.
Denda dikenakan berdasarkan Pasal 18 ayat 1 dan Pasal 19 ayat 3, serta didukung oleh PP No. 28 Tahun 2019 dan PP No. 45 Tahun 2024.
“Ini bukan hanya di Nunukan. Temuan seperti ini terjadi di seluruh Indonesia. Di Pelabuhan Tonontaka saja ada 33 temuan dengan total denda mencapai Rp1,65 miliar. Kami hanya menindaklanjuti hasil audit BPK dan perintah dari pusat,” jelas Adrian.
Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Mulyono, menyayangkan kurangnya sosialisasi aturan ini sebelumnya. Ia menilai, pengusaha kapal tidak bisa begitu saja dibebankan sanksi tanpa pemahaman yang jelas.
“Jangan sampai aturan yang tidak dipahami malah menghukum pihak yang tidak tahu-menahu. Hukum itu harus adil dan tidak boleh otoriter,” tegas Andi.
Dalam penutupan rapat, DPRD Kabupaten Nunukan menyatakan akan memfasilitasi mediasi lanjutan dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan penanggung jawab transportasi laut agar masalah ini dibahas secara menyeluruh dan tidak hanya selesai di permukaan.
“Kami tidak ingin persoalan ini berkembang dan makin membebani pelaku usaha di kemudian hari. Perlu ada kejelasan dan kepastian hukum agar semuanya bisa berjalan adil dan benar,” ujar Andi Mulyono.
DPRD Nunukan juga mengeluarkan rekomendasi resmi bahwa denda tidak layak dibebankan kepada pemilik kapal. Mereka meminta agar persoalan ini ditinjau ulang dan solusi yang lebih tepat dapat dirumuskan.
“Keputusan kami dalam RDP ini, sanksi denda tersebut harus ditinjau kembali dan tidak dibebankan kepada pemilik kapal. Itu keputusan kami,” tegasnya.(*dv)