NUNUKAN — Di sejumlah wilayah Indonesia, terutama Sumatera, menyaksikan bunga Rafflesia mekar masih dianggap momen langka. Para peneliti, pegiat lingkungan, hingga wisatawan sering membutuhkan keberuntungan ekstra, penelusuran panjang ke dalam hutan, dan pemantauan berbulan-bulan untuk melihat mekarnya bunga raksasa itu.
Namun kondisi berbeda terlihat di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) di Kalimantan Utara. Di wilayah ini, Rafflesia pricei lebih sering ditemukan, bahkan tumbuh di lokasi yang berdekatan dengan permukiman masyarakat.
Populasi Rafflesia pricei banyak dijumpai di sektor Krayan, terutama di Desa Pa’ Kidang, Kecamatan Krayan Barat, Kabupaten Nunukan. Lokasi wisata unggulan desa tersebut, Buduk Udan, berada di ketinggian sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut.
Jalur pendakian menuju puncak menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Saat perjalanan kembali, pengunjung diarahkan melewati rute yang bersinggungan langsung dengan habitat alami Rafflesia pricei, sehingga peluang melihat bunga mekar semakin besar dalam satu titik.
Kepala Balai TNKM, Seno Pramudito, menyampaikan bahwa meski keberadaannya relatif mudah ditemukan, karakter biologis Rafflesia tetap sulit diprediksi.
“Mekarnya Rafflesia pricei tidak dapat diprediksi seperti tumbuhan pada umumnya. Berdasarkan hasil data monitoring, Rafflesia pricei paling sering berbunga pada bulan Agustus. Namun masih perlu monitoring berkala untuk memastikan seberapa sering Rafflesia pricei mekar,” ujarnya, Senin (24/11/2025).

Hasil pemantauan Balai TNKM menunjukkan kemunculan Rafflesia pricei saat ini tercatat di SPTN Wilayah I Long Bawan, yaitu di Desa Long Api dan Tang Paye; di SPTN Wilayah II Long Alango di Desa Rian Tubu; dan di SPTN Wilayah III Long Ampung di Desa Paliran. Monitoring paling sering dilakukan di sektor Long Bawan, termasuk di Desa Pa’ Kidang yang kini menjadi salah satu pusat ekowisata taman nasional.
Seno menambahkan bahwa masyarakat Desa Pa’ Kidang telah membentuk kelompok wisata Pa’ Kidang Makmur.
“Dalam mendukung upaya pengembangan ekowisata, Balai TNKM melakukan kegiatan pelatihan kepemanduan serta memberikan bantuan sarana prasarana berupa shelter dan papan informasi dan interpretasi,” jelasnya.
TNKM juga membentuk kelompok monitoring khusus untuk Rafflesia pricei agar masyarakat dapat menentukan waktu kemungkinan mekarnya bunga sehingga wisatawan memiliki peluang menyaksikan antesis secara langsung.
Perjalanan pelestarian Rafflesia pricei di Krayan berangkat dari pendekatan sosial dan budaya. Kepala SPTN Wilayah I TNKM, Hery Gunawan, menuturkan bahwa hubungan masyarakat dengan bunga ini telah mengalami perubahan besar. Ia mengungkapkan bahwa dulu Rafflesia tidak memiliki nilai khusus dalam tradisi masyarakat.
“Menurut cerita masyarakat, sebelum mengetahui bahwa Rafflesia merupakan tumbuhan langka dan dilindungi, masyarakat memanfaatkan bunga Rafflesia untuk pakan anjing ketika di dalam hutan,” ujarnya.
Kini situasinya berbeda. Masyarakat justru menjadi penjaga Rafflesia pricei melalui tim monitoring di Resor Krayan dan melalui aktivitas wisata lokal. Budaya juga ikut bertransformasi, salah satunya replika dan gambar Rafflesia kini digunakan sebagai properti dalam tarian Dayak Lundayeh, menjadikannya simbol baru yang menghubungkan identitas adat dengan konservasi alam.
Selain nilai wisata dan budaya, keberadaan Rafflesia pricei menjadi indikator kesehatan hutan TNKM.
“Adanya Rafflesia pricei menandakan bahwa fungsi ekologis hutan TNKM masih terjaga dengan baik. Hal tersebut dikarenakan Rafflesia merupakan tumbuhan yang sensitif terhadap gangguan,” ujar Hery.
TNKM yang dikelola melalui kolaborasi pemerintah, masyarakat adat, dan mitra konservasi terus mendorong pemanfaatan wisata alam berbasis perlindungan ekosistem. Seno Pramudito menyebut harapannya ke depan. “Kami berharap destinasi wisata di Desa Pa’ Kidang, khususnya Buduk Udan, dapat dikembangkan dan dilestarikan sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat. Kami juga mengharapkan para mitra dan pemerintah daerah mendukung pengembangan destinasi wisata di Desa Pa’ Kidang ini,” tegasnya.
Sementara di berbagai daerah lain bunga Rafflesia hanya sesekali ditemukan dan menjadi simbol penantian panjang, Krayan memperlihatkan hubungan yang berbeda. Bunga langka itu tumbuh berdampingan dengan kehidupan masyarakat dan menjadi alasan mereka menjaga hutan tetap bernapas. (**)





