NUNUKAN – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nunukan, Arief Budiman, mengungkapkan bahwa banjir yang melanda sejumlah wilayah perbatasan seperti Sembakung, Lumbis, dan Krayan sebagian besar merupakan banjir kiriman dari wilayah Malaysia.
“Curah hujan di wilayah kita memang tinggi, tapi hanya menyumbang sekitar 20 persen. Sisanya, 80 persen, berasal dari wilayah Malaysia. Bahkan saat wilayah kita tidak hujan, dampaknya tetap terasa jika Malaysia dilanda banjir,” ujar Arief, Kamis (29/05/2025)
menurut Arief, hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penanganan bencana, karena memerlukan keterlibatan pemerintah pusat serta koordinasi dengan pemerintah Malaysia. Persoalan banjir ini sudah menjadi topik bahasan dalam forum Sosial Ekonomi Malaysia–Indonesia (Sosek Malindo).
“Pihak Malaysia minta dilakukan kajian dampak lingkungan untuk memastikan apakah betul banjir tersebut berasal dari wilayah mereka. Mereka juga akan melakukan kajian serupa di wilayahnya,” jelas Arief.
Sayangnya, kajian tersebut belum bisa direalisasikan tahun ini karena terkendala anggaran. Berdasarkan informasi dari Balai Wilayah Sungai, dana untuk kajian terkena efisiensi (ekofusing), sehingga tidak tersedia untuk tahun 2025.
“Ini salah satu kendala utama kami. Dalam pertemuan Sosek Malindo berikutnya, kita akan kembali bahas solusi lainnya,” tegasnya.
Selain mendorong kerja sama lintas negara, Pemerintah Kabupaten Nunukan juga mengambil langkah lokal berupa program relokasi warga terdampak banjir.
Fokus relokasi ditujukan kepada sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) di RT 06 dan RT 07, wilayah Tembelunuk, Desa Atap.
“Lahan sebagian sudah siap, tapi proses pematangan lahan baru mencapai 70 persen. Saat ini masih dalam tahap pengurusan sertifikat di BPN,” ungkap Arief.
Ia berharap proses sertifikasi lahan dapat diselesaikan tahun ini agar pembangunan hunian segera dilakukan, sehingga warga bisa tinggal di tempat yang lebih aman dan tidak lagi terdampak banjir secara berulang.(*)