Samarinda – Gelombang suara rakyat kembali menggema di halaman Gedung DPRD Kalimantan Timur, Senin (1/9/2025), ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahakam, bersama masyarakat umum, turun ke jalan menyuarakan keresahan atas kondisi bangsa yang dinilai semakin menyimpang dari cita-cita demokrasi.
Mereka datang dengan suara yang lantang, namun tetap tertib dan bermartabat. Titik kumpul aksi dimulai dari GOR 27 dan Islamic Center Samarinda pada pukul 10.00 WITA, lalu massa bergerak menuju Gedung DPRD Kaltim sebagai titik aksi utama.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, M. Faris Asdin Nuur Fasya, menyampaikan bahwa kondisi Indonesia hari ini tak bisa lagi dipandang sebelah mata, Ia menyebut gelombang masalah yang melanda bangsa semakin dalam, mulai dari kesenjangan sosial, maraknya korupsi, kebijakan yang menyengsarakan, hingga degradasi moral pejabat publik.
“Rakyat hari ini dipaksa diam di tengah kebijakan yang menyiksa, ada yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpinggirkan, dan suara kami hari ini adalah bentuk keprihatinan, bukan hanya kemarahan,” ujar Faris.
Atas dasar itu, Aliansi Mahakam menyampaikan 11 tuntutan utama sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap kondisi bangsa :
1. Tolak RUU KUHAP yang berpotensi menjadi alat kriminalisasi rakyat
2. Hapus tunjangan mewah DPR
3. Sahkan RUU Perampasan Aset, RUU PPRT, dan RUU Masyarakat Adat
4. Tingkatkan kesejahteraan guru dan dosen serta pemerataan pendidikan di wilayah 3T (Tertinggal, Terpencil, dan Terluar)
5. Tolak pemutihan dosa pemerintah
6. Cabut UU yang tidak berpihak pada rakyat
7. Hentikan represivitas terhadap gerakan rakyat
8. Ciptakan kebijakan pro-rakyat, bukan pro-oligarki
9. Hentikan praktik oligarki politik dan demokrasi palsu
10. Tegakkan supremasi hukum yang adil
11. Hentikan kejahatan ekologis dan eksploitasi tambang
Aksi ini tidak hanya diikuti mahasiswa dari berbagai kampus di Samarinda, tetapi juga masyarakat sipil yang merasa ikut terdampak oleh kondisi hari ini. Sejumlah perwakilan lembaga dan organisasi maju satu per satu menyampaikan orasi dan menyatukan suara. Semua sepakat: suara rakyat tidak boleh dibungkam.
Namun suasana sempat memanas, para demonstran merasa kecewa setelah Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud hanya muncul sebentar dan memberikan tanggapan yang dianggap tidak memadai.

“Ketua DPRD cuma yang penting ngomong, bukan ngomong yang penting” kata salah satu orator dengan nada kecewa, disambut sorakan massa.
Setelah Hasanuddin kembali masuk ke dalam gedung, gerbang ditutup, massa meminta agar pintu dibuka dan perwakilan mereka diizinkan berdialog langsung di dalam, namun permintaan itu tidak direspons. Hingga pukul 18.00 WITA batas waktu aksi yang telah ditentukan massa tetap bertahan.
Dikutip dari BeritaSatu.com, aksi yang sejak pagi berlangsung tertib itu akhirnya berujung ricuh. Massa menolak membubarkan diri setelah batas waktu habis, dan suasana memanas ketika terjadi aksi pelemparan batu serta bom molotov ke arah aparat.
Polisi pun mengambil tindakan tegas. Belasan tembakan gas air mata dan water cannon dikerahkan untuk membubarkan massa. Kerusuhan terjadi selama hampir dua jam. Puluhan orang dilaporkan mengalami sesak napas dan luka-luka. Beberapa ambulans terlihat keluar-masuk area aksi membawa korban ke rumah sakit terdekat.
Dua anggota polisi juga mengalami luka akibat lemparan batu dan kini menjalani perawatan di RS Hermina Samarinda.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, dalam keterangannya menjelaskan “Awalnya aksi berjalan tertib, orasi dilakukan secara etis. Tapi menjelang sore, mulai terjadi pelemparan dan tindakan anarkis. Kami terpaksa mengambil langkah tegas demi menjaga ketertiban.”
Meski situasi memanas di akhir aksi, perwakilan aliansi menegaskan bahwa tuntutan mereka tetap murni berasal dari kepedulian terhadap kondisi bangsa, dan bukan aksi anarkis yang direncanakan.
Fathurrahman dan Safrudin, selaku humas aksi dari BEM KM Unmul, menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban, baik dari pihak mahasiswa maupun aparat.
“Kami tidak ingin ada kekerasan. Tapi suara kami juga tidak boleh dibungkam. Semoga ini menjadi pembuka ruang dialog antara rakyat dan wakilnya,” ujar Fathurrahman.
Aliansi Mahakam menyatakan bahwa aksi ini bukanlah akhir, melainkan awal dari gerakan yang lebih besar dan terstruktur untuk memperjuangkan keadilan dan suara rakyat di Kalimantan Timur.
“Kami tidak datang untuk membuat gaduh. Kami datang karena ada yang salah dan kami tidak mau diam,” pungkas Faris, Ketua BEM FT Unmul, menutup orasi di tengah barisan massa yang masih bertahan dengan semangat juang. (*afd)